TEMPO.CO, Jakarta – Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) akan mengajukan uji materi pasal 433 Kitab Undang Undang Hukum Perdata tentang ketentuan pengampuan bagi penyandang disabilitas mental. Uji materi ini diajukan lantaran pengampuan tidak lagi relevan dengan UUD 1945 dan konvensi PBB mengenai hak penyandang disabilitas (UNCRPD) yang sudah diratifikasi Indonesia sejak 2011.
“Pasal 433 KUHPerdata yang dibentuk pada abad ke 18 sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pengobatan serta pengakuan terhadap hak asasi manusia. Penyandang disabilitas mental dengan dukungan obat-obatan, keluarga dan sosial yang baik akan mampu menjalankan aktifitas seperti orang-orang lainya ,” tulis PJS dalam siaran pers yang diterima Tempo, Selasa 13 September 2022. Pengampuan membawa dampak hilangnya kapasitas dan pengakuan hukum bagi penyandang disabilitas mental untuk melakukan tindakan hukum dan memperjuangkan hak-haknya.
Pengampuan atau Curatelle adalah keadaan ketika seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak sanggup untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum. Pengampuan membawa dampak hilangnya kapasitas dan pengakuan hukum bagi penyandang disabilitas mental untuk melakukan tindakan hukum dan memperjuangkan hak-haknya.
Menurut Perhimpunan Jiwa Sehat, pasal 433 KUHPerdata muncul dari stigma lama yang diberikan kepada penyandang disabilitas mental. Difabel mental dianggap tidak mampu melakukan perbuatan-perbuatan tertentu termasuk perbuatan hukum untuk dirinya sendiri. Pengampuan lahir dari paradigma charity based atau berbasis pada rasa kasihan. Charity based inilah yang kemudian mengantarkan pada konsep pengampuan yang bertujuan untuk mewakili seorang dengan keterbatasan fisik maupun mental dalam mengambil keputusan atau perbuatan hukum (substituted decision making ).
“Paradigma substituted decision making yang digunakan dalam pengampuan berpotensi menghilangkan kapasitas hukum diri seseorang,” tulis PJS. PJS memaparkan, sekalipun sedang mengalami kekambuhan, penyandang disabilitas mental tetap bisa mengambil keputusan dengan dibantu dan difasilitasi oleh pihak-pihak yang bisa dipercaya yang dikenal dengan istilah supported decision making.
Selain tidak lagi relevan dan bertentangan dengan UNCRPD, pasal 433 KUHPerdata dianggap bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UUD 1945. Aturan ini antara lain mengatur ketentuan mengenai hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuaan yang sama di hadapan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat 1.
Ketentuan lain dalam passal 433 yang bertentangan dengan konstitusi adalah mengenai persamaan Hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum. Selain itu, UUD 45 juga menjamin hak warga negara untuk Bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.
Pasal 433 KUHPerdata menganai pengampuan juga dianggap melanggar hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga dan harta benda, serta hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan. Ketentuan mengenai pengampuan juga dianggap melanggar Hak warga negara untuk bebas dari perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28G ayat 1 UUD 45.
Baca: Cara Membedakan Masalah Kesehatan Jiwa yang Termasuk Disabilitas dan Bukan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.